Nama : Handayani
NIM : 175231061
Kelas : Perbankan Syariah/ 2B
24 Jam di
Pesantren
Tulisan ini akan
menceritakan mengenai pengalaman pertama kali saya di pondok. Selama 19 tahun
ini, baru pertama kali saya pergi ke pondok, tahu bagaimana kehidupannya, bagaimana
sistemnya, menyaksikannya sendiri para santri melakukan kegiatnnya, bahkan saya
ikut merasakan pula. Mungkin jika tidak ada mata kuliah Metodologi Studi Islam,
saya tidak akan tahu bagaimana rasa di kehidupan pondok, hal-hal kecil yang
sangat berharga, harus pandai-pandai memanagement waktu sebaik mungkin, serta
jiwa kemadirian adalah hal paling yang penting, sebab jauh dari keluarga, hanya
ada santri lain yang paling dekat pada saat kita mondok. Tidak hanya itu,
kesabaran yang dimiliki anak pondok sangat jauh berbeda dengan orang biasa
terutama saya sendiri.
Tugas untuk live
in ke pondok pesantren ini dibagi menjadi beberapa kelompok, kelompok saya
terdiri dari saya sendiri, Rita, Nisa, Nurul dan Yeni. Mereka bisa dibilang
sangat dekat dengan saya. Pada saat diberi tahu bahwa kelas saya mendapat
pondok yang berada di Sukoharjo dan Sragen, akhirnya saya mencari di google daftar
pondok pesantren yang berada di sukoharjo. Selain mencari di google, saya juga
bertanya pada Uztad saya mengenai hal tersebut. Awalnya, dua orang teman saya
mendatangi satu pondok pesantren di Sukoharjo, yaitu pondok Al-Mukmin, namun
mereka pesimis tidak akan diterima karena pondok pesantren itu sangat megah. Di
lain hari akhirnya saya dan teman-teman mencari pondok pesantren yang dekat
terlebih dahulu.
Tujuan pertama
adalah pondok pesantren Singo Ludiro. Saya hanya menggunakan google maps untuk
mencari alamat pondok itu. Saat sampai di alamat tujuan ternyata pondok itu
sangat sepi dan bangunannya terlihat sudah rusak, ada pula ayunan anak-anak
yang sudah rapuh. Ketika bertanya pada salah satu orang yang rumahnya tepat di
depan pondok, beliau bilang bahwa pondok itu sudah tidak lagi berfungsi dan TK
nya juga sudah tidak digunakan lagi. Pondok itu sudah pindah ke daerah Sukoharjo timur, untuk lebih
jelasnya beliau menyarankan untuk menanyakan pada bapak Agung. Beliau juga
memberi alamat pondok yang baru, setelah mendapatkan alamat itu saya kembali mencari,
namun setelah sekian lama menyusuri jalan, alamat itu tidak dapat saya temukan.
Akhirnya memutuskan untuk mencari pondok lain yang dekat dengan daerah situ.
Tujuan kedua
pondok pesantren yang dituju yakni Darul Hidayah. Sama dengan cara mencari
pondok yang pertama, saya mencari alamat juga menggunakan google maps. Pondok
ini berposisi di depan persawahan. Jika dilihat dari luar, pondok ini baru
dalam proses membangun gedung baru yang awalnya tingkat 2 akan menjadi tingkat
3. Saat membaca gapura pondok itu ternyata pondok itu ada SMP IT dan SMA IT
bukan pondok murni, sempat bingung dengan hal itu, karena tidak tahu boleh atau
tidak jika pondok tersebut sekaligus ada sekolahnya. Karena sudah terlanjur sampai
di lokasi akhirnya meminta izin kepada salah satu pengurus pondok untuk
menginap selama 24 jam. Pengurus tersebut bilang kepada Gus nya, dan akhirya
saya dipersilahkan masuk ke dalam suatu ruangan. Di situ di tanya asal, tujuan
dan nama, setelah berbincang-bincang dan menyampaikan maksud kedatangan di
pondok itu, akhirnya kepala pondok atau Gus mengizinkan saya untuk live in
selama 24 jam di pondok tersebut.
Cukup lega
karena sudah mendapatkan pondok, namun untuk memastikan boleh atau tidaknya
jika pondok itu sekaligus ada sekolah, akhirnya menanyakan hal tersebut kepada
dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam, dan ternyata beliau
menyarankan agar ke pondok pesantren murni. Di situlah saya kembali pusingkan
untuk mencari pondok lain, mengingat banyak kelompok lain yang berlomba-lomba
mencari. Karena hari sudah cukup siang, akhirnya saya memutuskan untuk kembali
ke kos. Saya mencoba mencari pondok yang berada di Sragen karena kelompok lain
banyak yang sudah mendatangi pondok yang berada di Sukoharjo. Kebetulan salah
satu anggota kelompok ada yang berasal dari Sragen, dan di dekat dengan
dusunnya ada satu pondok pesantren murni. Sempat pesimis jika saya dan
teman-tema di izinkan untuk live in di sana. Untuk itu, akhirnya salah satu
teman saya mendatangi pondok yang dekat dengan dusunnya tersebut. Dia
menyampaikan tujuan, serta hari apa kita akan live in. Sebenarnya semua ingin
ikut untuk datang ke pondok itu namun cuaca yang tidak memungkinkan.
Setelah lama
menunggu kabar akan kepastian dari pondok, akhirmya teman saya memberi tahu
jika boleh live in di sana. Namun Nyai bilang jika pondok pesantren itu masih
dalam tahap berkembang, makan seadanya, mandi antri, bahkan tidur tanpa ranjang
sekalipun. Setelah berunding akan hal tersebut akhirnya sepakat untuk live in
di pondok Salamah wabarokah atau sering disebut dengan SaWaba, pada hari
senin-selasa. Saya bersedia untuk menerima bagimana pun kondisinya nanti, tanpa
keluhan. Setelah setuju akan pondok tersebut, akhirnya segera membuat surat
keterangan mondok dan disetujui oleh pihak akademik. Malam hari sebelum mondok,
berkumpul untuk membahas apa saja yang akan dibawa, pada malam itu juga saya
membahas mengenai sesuatu yang akan diberikan kepada pondok. Setelah berunding
untuk hal tersebut, akhirnya memutuskan untuk memberi sedikit uang, telur dan
beras. Tidak hanya membahas mengenai hal itu, saya kami juga membahas pembagian
barang bawaan agar tidak terlalu banyak barang dibawa.
Saat datangnya
hari dimana saya harus mondok, saya berangkat sore sebab ada mata kuliah pada
jam 4. Kebetulan dosennya tidak tahu datang atau tidak, setelah saya menunggu
hingga jam 5 ternyata dosennya pun tidak kunjung datang dan akhirnya memutuskan
untuk kembali ke kos menyiapkan keperluan yang akan dibawa. Akhirnya saya
berangkat jam 5 lebih dan memperkirakan sampai di sana nantinya pukul 6, namun
ternyata saat baru sampai seperempat jalan hujan turun deras dan meneduh di
pinggiran toko untuk memakai mantol. Setelah hujan reda, saya melanjutkan
perjalanan kembali, namun ternayata hujan semakin deras, saya pun kembali
meneduh di pom bensin Kali Jambe, Sragen. Pada saat itu tidak memungkinkan untuk
melanjutkan perjalanan karena hujan semakin deras, beberapa menit setelah
menunggu ternyata hujan tidak berhenti hanya reda saja, karena takut terlalu
malam sampai di tempat tujuan akhirnya saya memberanikan diri untuk melanjutkan
perjalanan kembali. Banyak jalan yang berlubang dan bisa dibilang kondisi jalan
sedikit macet karena banjir.
Kondisi yang
basah kuyup setelah diguyur hujan tidak memungkinkan untuk langsung ke tempat
tujuan. Akhirnya saya berhenti di rumah teman yang berada di dekat pondok, saya
ganti baju dan sholat maghrib sekaligus sholat isya di sana. Setelah siap
barulah saya menuju pondok pesantren. Sesampainya di lokasi ternyata sudah
hampir jam 8, kebetulan pada saat itu Bu Nyai dan Abah baru ada tamu. Saya dipersilahkan
masuk, dan ternyata sudah ditunggu. Awal perbincangan saya meminta maaf karena
keterlambatan datang karena hujan. Bu Nyai memaklumi hal tersebut, beliau
menanyai satu per satu nama saya dan teman-teman, beliau juga menjelaskan
bagaimana kondisi pesantren tersebut. Beliau menyuruh agar dapat menerima
kondisi pesantren yang sedang berkembang itu, selain itu beliau juga
menjelaskan kegiatan-kegiatan para santri. Setelah cukup lama
berbincang-bincang, datang salah satu orang santri, yang mana ia adalah orang
yang akan mendampingi saya dan teman-teman nantinya saat berada di pondok. Ia
bernama Luthfi, namun saya memanggilnya Mbak Luthfi.
Setelah Nyai
mempersilahkan untuk menghetahui kegiatan para santri, saya terlebih dahulu mengambil
barang-barang yang masih berada di sepeda motor. Selanjutnya saya diajak masuk
ke salah satu kamar di mana di dalam kamar tersebut ada para santri yang
dibilang masih kecil atau masih bersekolah SD, mereka langsung berjabat tangan
dengan saya. Di ruangan itu, terlihata ada banyak lemari kecil, rak-rak yang
dipenuhi buku, tumpukan tas, tumpukan kasur lantai, beberapa kardus, serta
beberapa gantungan tempat para santri menggantung bajunya. Dimana setiap lemari
dan rak buku tersebut sudah tertera nama-nama pemiliknya, selain rak tersebut
juga terdapat beberapa keranjang yang di dalamnya terdapat buku-buku pula.
Ruangan tersebut bisa dibilang tidak terlalu besar, terlihat sangat penuh
dengan barang-barang yang ada.

Saya dan
teman-teman akhirnya berbincang-bicang dengan mbak Luthfi di ruangan tersebut.
Selain mbak Luthfi ada pula para mbk-mbak lain yang mana mereka juga ikut seta
mendampingi nantinya. Sebelum berbincang-bincang lebih jauh, saya berkenalan
dengan mbak-mbak pengurus pondok tersebut. Saya mendapat banyak informasi dari
para pengurus terutama mbak Luthfi. Pondok pesantren tersebut memiliki nama
lengkap Pondok Pesantren Salamah Wabarokah Hidayatul Mubtidi-ien, dibangun pada
tahun 1990 atau 1411 hijriah, yang beralamat di Canden-Ketro-Tanon-Sragen, yang
diasuh oleh KH. Ma’shum Abi Darda’ dan Ny. Muthmainnah K. Pondok ini dinamakan
Salmah Wabarokah awalnya karena abah dan Nyai berasal dari Magelang semua.
awalnya Abah diambil oleh orang dusun Canden pada saat belum menikah, pada saat
setelah menikah Abah dan Nyai tersebut di tempatkan di dusun Canden. Kemudian
Abah mendatangi Bah Jadzari yang beralamat di Kacangan Boyolali, dimana Bah
Jadzari tersebut terkenal wali. Selanjutnya Abah bilang jika akan mendirikaan
pondok, oleh Bah Jadzari tersebut memberi nama pondok Salamah Wabarokah, dimana
“Salamah” memiliki arti selamat, sedangkan “Wabarokah” memiliki arti
bertambah-tambah kebaikannya.
Jumlah santri
putra lebih banyak dibandingkan santri putri. Jumlah santri putra sekitar
130-an, sedangkan jumlah santri putri yaitu 109, dimana santri putri yang masih
bersekolah sekitar 75 santri dan 34 lainnya sudah tidak sekolah atau seting
disebut “mbak dalem”. Saat berbincang-bincang dengan para pengurus, terlihat
para santri memerhatikan perbincangan, akhirnya saya bertanya kegiatan para
santri sehabis sholat maghrib yakni mujaddah bersama hingga sholat isya,
selesai sholat isya membaca Al-Quran, setelah selesai membaca Al-Quran bagi
santri yang sekolah biasanya mengerjakan tugas dan belajar, namun jika bagi
santri yang tidak sekolah atau sering disebut orang dalam biasanya mengaji
dengan Abah hingga jam 10 atau bahkan jam setengah 11. Karena sudah cukup
malam, akhirnya saya diajak untuk berkeliling pondok pesantren. Di pondok
tersebut terdapat 5 kamar untuk para santri, 3 kamar di lantai bawah dan 2 kamar di lantai atas.
Kamar yang berada di lantai bawah yaitu kamar Al-Hidayah, Sa’adah dan
Istiqomah, sedangkan kamar yang berada di lantai atas yaitu kamar Al-Huda dan
Al-falah. Awalnya saya disuruh untuk memilih kamar untuk tidur, namun saya
menyarankan agar pengurus saja yang memilihkan. Kamar pertama diberi nama kamar
Al-Hidayah, dimana kamar ini adalah kamar paling luas dibanding kamar-kamar
lainnya, kamar yang saya kira tidak cukup luas itu ternyata adalah kamar yang
paling luas. Tidak jauh dari kamar Al-Hidayah terdapat kamar Sa’adah, saya
hanya melihat sekilas dari luar karena di dalam kamar tersebut banyak para
santri yang sedang belajar takut jika menganggu konsentrasi belajar.
Sebelum
berlanjut ke kamar lainnya, di samping kamar Sa’adah terdapat gudang kecil.
Banyak kardus bertumpukan, walaupun itu gudang namun sering dipakai para santri
untuk tempat tidur. Di sebelah gudang terdapat koperasi para santri, koperasi
itu dinamakan “Koperasi SaWaba” sesuai dengan nama podok. Koperasi tersebut
menjual berbagai makanan ringan, minuman, perlengkapan mandi, mukenah dan
jilbab. Selain itu, setiap pagi ada ibu-ibu yang menitipkan makanan untuk
dijual di koperasi SaWaba. Yang menjaga koperasi yakni para pengurus namun
secara bergantian. Bagi para santri (putri khususnya), jika ingin membeli
keperluan jika di koperasi tersebut ada, maka harus membeli di koperasi, namun
apabila di koperasi tidak ada maka boleh membeli keluar seperti ke Gemolong,
tapi harus izin terlebih dahulu ku Bu Nyai. Peraturannya jika keluar di luar
lingkup Canden maka harus izin ke Nyai terlebih dahulu, entah itu santri yang
sudah besar ataupun masih kecil, akan tetapi jika masih di lingkup Canden maka
izinnya hanya kepada pengurus. Jadi setiap santri yang ingin keluar harus izin
terlebih dahulu, walaupun itu hanya ke jalan raya dekat dengan pondok. Tidak
ada batasan waktu bagi para santri yang keluar untuk mencari keperluan, namun
syaratnya hanya pada saat ngaji harus sudah ada di pondok.
Selesai melihat
koperasi para santri, akhirnya berlanjut ke kamar selanjutnya yaitu kamar
Istiqamah. Di dekat kamar istiqamah ini terdapat dapur para santri, sebenarnya
saya ingin masuk ke dapur namun pada saat itu lampu dapur kemungkinan sedang
mati karena sangat gelap. Kamar Istiqamah memiliki luas yang hampir sama dengan
kamar Sa’adah, saya hanya melihatnya dari luar saja karena ada santri yang
sudah tidur. Berhadapan dengan kamar
Istiqamah, terdapat 5 kamar mandi untuk para santri, selain kamar mandi di
dekat kamar Istiqamah, 5 kamar mandi lainnya berada di dekat kamat Al-Hidayah,
jadi jumlah kamar mandi untuk santri putri sejumlah 10 kamar mandi. Setelah itu
saya diajak ke lantai atas untuk melihat beberapa ruangan. Ruangan utama di
lantai atas yakni aula, dimana di aula ini biasanya digunakan untuk sholat
berjamaah para santri putri, selain untuk sholat berjamaah, setiap malam juga
sering digunakan para santri untuk tidur, banyak para santri yang tidur di aula
pada saat saya dan teman-teman datang. Memang aula tersebut dapat dikatakan
cukup luas, namun aula di sini hanya aula untuk santri putri saja. Di aula
tersebut juga terdapat rak buku yang cukup banyak, terapat pula papan tulis
yang ditempel jadwal-jadwal para santri ngaji Al-Quran, urutan setoran hafalan,
dan berbagai pengumuman lainnya. Berbeda degan ruangan sebelumnya, di aula ini
terdapat 1 kipas angin, dimana kipas angin tersebut tepat di atas imam.
Di sebelah aula
tersebut terdapat 2 kamar para santri, Yaitu kamar Al-huda dan kamar Al-Falah.
Dua kamar ini termasuk kamar yang paling kecil dibandingkan 3 kamar yang lain,
sama halnya dengan kamar lain, di kamar ini juga ada rak buku dan loker-loker
kecil. Mungkin karena dua kamar ini kecil maka para santri banyak yang tidur di
aula. Setelah selesai berkeliling pondok dengan pengurus, akhirnya saya turun
untuk kembali ke kamar, saat sampai di bawah ternyata saya melihat sekitar 4-5
orang di luar, saya bertanya pada mbak Luthfi, ternyata di pondok itu ada JAMAL
atau jaga malam. Jaga malam itu adalah tugas para pengurus yang sudah tidak
sekolah lagi. Jamal ini dibagi menjadi 2 shift yakni, shift pertama sampai jam
setengah 1 dan shift kedua dari jam setengah 1 sampai jam 2, dimana jamal yang
mendapat shift 2 harus bertugas membangunkan para santri pada jam 2 untuk
melaksanakan sholat tahajud. Akhirnya saya jadi tidak masuk kamar, namun ikut
di luar bersama jamal sambil berbincang-bincang mengenai kegiatan-kegiatan yang
ada di pondok SaWaba. Ternyata di pondok
tersebut kegiatan setiap malamnya berbeda.
Ketika malam
senin kegiatannya itu per kelas, setelah selesai sholat dan mujaddah ada yang
ngaji fasholatan, ngaji Dala’illan sama Nyai sesuai tingkatan kelas. Pada malam
senin ini biasanya untuk para santri yang masih bersekolah fasholatan terlebih
dahulu, fasholatan ini biasanya berjalan 2 tahun, karena mengajari cara
berwudhu, sholat, sholat mayat, atau tentang fiqih. Jika untuk orang rumah atau
orang yang sudah tidak sekolah yakni ngaji dala’illan atau khatam Qur’an dengan
Nyai. Sedangkan pada malam selasa dan rabu yakni ngaji Al-qur’an. Malam kamis
kegiatannya yaitu setoran hafalan, setoran hafalan ini juga berdasarkan
tingkatan, seperti senior atau junior. Jika masih awalan atau junior biasanya
setoran niat sholat, cara berdzikirnya, doanya, dzikir tahlil, cara niat jama’
sholat, bersuci, sedangkan bagi senior biasanya menggulang asmaul husna,
doa-doa mujaddah, jika yang setoran yaitu nadzhoman, dimana dibedakan pula
menjadi kelas-kelas, ada yang imriti, dan lain-lain. Nadzhoman disini dapat
pula disebut seperti praktik, syi’ir-syi’ir, seperti halnya pelajaran namun
masih dimaknani, penjabaran, selanjutnya diambil nadzhom lalu dikumpulkan
menjadi satu dan di maknain setiap hari.
Pada malam jumat
kegiatannya yaitu yassinan setiap habis mujaddahan. Jika jumat pagi kegiatannya
yakni jumat bersih atau diistilahkan sebagai rok’an. Dimana dibagi menjadi
mingguan, ada yang bertugas membersihkan kamar mandi, nyapu dan masih banyak
kegiatan kebersihan lainnya. Malam sabtu seperti ngaji biasanya, namun jika
malam minggu, ada kegiatan setiap tri akhad, kadang ada pengajiaan dan membaca
Al-Qur’an. Dimana setiap minggunya dibagi, seperti minggu pertama membaca
Al-Qur’an, minggu kedua manakhib’an, dan minggu ketiga pengajian, pengajian
disini menentukan judul dan tema, biasanya disesuaikan dengan bulannya,
contonnya Maulud nabi, isra mi’raj. Jika minggu pagi sehabis subuh ngajinya
menerangkan mengenai had-had atau urutan seperti nifas, biasanya juga Ngaji
baca Qur’an. Saat berbincang-bincang dengan para pengurus, saya melihat salah
seorang santri membawa gelas kemudian mengisi gelas tersebut di kran air dan
dibawa ke kamar, ketika saya bertanya kepada pengurus, ternyata air kran
tersebut digunakan untuk keperluan apapun termasuk minum tanpa di masak telebih
dahulu. Setelah bertanya pada pengurus ternyata air itu bersumber dari sumur
sebelah pondok, sumur itu tepat berada di depan rumah mbah Simin. Biasanya
setiap satu tahun sekali air sumur tersebut di ambil 1 ember dan dibacakan doa
mujaddah serta doa-doan lain oleh Abah, Nyai dan para santri, jika santri putri
mujaddah dan membacakan doa-doa bersama Nyai di aula purti sedangkan putra
bersama Abah di aula putra atau terkadang di masjid bersama orang dusun.
Kemudian air 1 ember tersebut dikembalikan ke sumur bertujuan agar sumur
tersebut tidak kering, sumur tersebut tidak pernah kekeringan meskipun musim
kemarau, bahkan bila sumur-sumur masyarakat kekeringan sumur di depan rumah
mbah Simin itu tidak pernah kekeringan. Sesaat setelah melihat itu, Nyai keluar
dan menaruh sebuah piring yang berisi makanan di teras, para santri langsung
menganmbil makanan tersebut dan memakannya. Selang beberapa saat Nyai kembali
keluat dan menaruh satu piring makanan dan buah pisang, salah satu pengurus
kemudian mengambil dan menawarkan kepada saya, awalnya saya menolak karena
sudah malam dan sudah tidak terlalu nafsu makan. Akhirnya salah satu pengurus
bilang, bahwa itu adalah “Ngalap Berkah”, selanjutnya saya bertanya, apa
itu ngalap berkah, ternyata ngalap berkah itu makanan yang diberikan Nyai yang
sebelumnya sudah dimakan dan kemungkinan tidak habis. Selanjutnya saya
mengambil 1 pisang goreng tersebut, karena pengurus bilang makanan itu dapat
menjadi rebutan para santri.
Sekitar pukul
23.30 saya dipersilahkan untuk tidur karena hawa yang semakin dingin. Saya pun
tidur membaur dengan para santri lain di kamar Al-Hidayah, dimana saya,
teman-teman dan para santri tidur hanya menggunakan kasur lantai yang tidak
cukup tebal tanpa menggunakan keranjang sama sekali. Sekitar pukul 02.00
terdengar para mbak-mbak jamal membangunkan para santri untuk mujaddah dan
sholat malam, walaupun terasa hanya tidur sebentar, saya akhirnya bangun dan
segera antri untuk ke kamar mandi. Setelah itu saya, teman-teman, dan para
santri melakukan sholat tahajud di kamar dan setelah itu menuju aula untuk
mujaddah bersama Nyai. Bagi para santri yang tidak ikut mujaddah dan sholat
malam ternyata ada hukumannya, dulu hukumannya membersihkan sampah, namun
sekarang diganti dengan denda 2 ribu. Selesai mujaddah sekitar jam setengah 3 lebih, setelah
mujaddah selesai akhirnya para santri kembali ke kamar masing-masing, ada yang
kembali tidur, ada yang belajar, bahkan ada yang mengantri mandi. Para pengurus
bilang, jika mandi dan makan diprioritaskan untuk santri yang sekolah terlebih
dahulu, saya, teman-teman serta para pengurus kembali tidur untuk menunggu azan
subuh. Saat saya terbangun, banyak para santri yang sudah mengenakan seragam
lengkap, ada yang mengantri mandi serta ada pula yang belum bangun. Saya segera
mengambil air wudhu dan segera menuju aula untuk sholat berjamaah. Ketika
selesai sholat berjamaah, kemudian mujaddah dengan membaca “ Ya Badi’ ”,
setelah sholat dan mujaddah para santri bersholawat dan membaca doa untuk
membaca al-Qur’an bersama Nyai.
Setelah selesai,
saya menuju dapur untuk membantu para Mbak dalem memasak untuk para santri yang
sekolah, santri yang masih bersekolah biasa disebut “kos”. Untuk urusan memasak,
jaga malam dan kebersihan, baik itu kebersihan kamar, kamar mandi atau pondok,
ternyata menggunakan sistem piket. Ternyata untuk urusan belanja ke pasar bukan
para mbak-mbak sendiri yang belanja, melainkan yang belanja adalah santri
laki-laki. Santri perempuan hanya mencatat apa saja yang akan dibeli. Hal ini
karena para santri perempuan sangat dibatasi keluar pondok. Jika memasak dan jaga malam itu tugasnya mbak
dalem, para santri yang masih bersekolah hanya piket kebersihan. Ketika sarapan
sudah siap, para santri mengantri mengambil lauk, dimana ada satu orang yang
bertugas mengambilkan lauk untuk para santri, santri yang mengambil lauk
tersebut bilang lauk tersebut untuk berapa orang, karena biasanya para santri
sangat jarang makan sendiri, biasanya 1 piring untuk 1-3 orang. Saat sarapan
selesai, para santri selanjutnya memakai sepatu dan bersiap-siap berangkat
sekolah. Ternyata sebelum berangkat, para santri berkumpul di depan pondok
untuk doa bersama. Selain itu, para santri juga ada yel-yel, setelah berdoa dan
yel-yel para santri selanjutnya berjabat tangan dengan para santri lainnya dan
berangkat sekolah dengan berjalan kaki bersama-sama, namun untuk para santri
yang masih tingkat SD untuk berangkat sekolah masih diantarkan oleh pengurus pondok
menggunakan sepeda motor. Bagi para santri yang sudah tingkat SMP dan SMA,
mereka berjalan kaki bersama sekitar 15 menit dari pondok pesantren.

Pada saat saya akan
mandi, ternyata mbak dalem banyak yang mengantri mandi. Akhirnya saya ke kamar
ditemani oleh mbak Luthfi, di situ saya bertanya kegiatan mbak dalem atau
santri yang sudah tidak sekolah. Ternyata untuk para santri yang sudah tidak
sekolah, ada ngaji pagi, dimana dibagi menjadi per kelas, dari kitab terbawah
sampai kitab teratas. Pukul 07.30 para santri bersiap-siap dan pukul 08.00
masuk, kelas pagi jam 08.00 ini adalah kelas paling bawah yaitu kelas Awamil,
sedangkan nomor 2 yaitu kelas Qaidah Sarfiyah, nomor 3 kelas Imriti, nomor 4
kelas Qawaiedul Iqrab, nomor 5 kelas Al-Fiah, dimana 5 kelompok kelas ini
adalah kelas pagi. Jika pukul 09.30 yaitu kelas Jawahirul Maqnun, dimana kelas
ini adalah kelas tinggi, sedangkan pukul 10.30 ada kelas yang lebih tinggi dari
kelas Jawahirul Maqnun yaitu kelas Fatqhul Wahab. Di situ saya juga diberi tahu
sebagian kitab-kitab yang digunakan di kelas pagi tersebut. Untuk kelas bawah
yaitu Awamil membahas tentang Nahwu Shorof dan kaidah nashar, untuk kelas ke-2
menggunakan kitab Jurumiyah dan Qaidah Sarfiyah yang mana membahas tentang
Nahwu Shorof juga, untuk kelas ke-3 yaitu Imriti yang berhubungan pula dengan
Qaidah Sarfiyah, dimana Qaidah Sarfiyah memiliki 2 juz, 1 juz pertama dan 1 juz
kedua, untuk kelas ke-2 menggunakan juz pertama, sedangkan untuk kelas ke-3 menggunakan
juz kedua dan menggunakan Imriti serta Fathqul Qarib, dimana Fathqul Qarib ini
adalah Fiqihnya.

Untuk kelas ke-4
yaitu kelas Qawaiedul Iqrab, dimana dalam 1 tahun tidak khatam jadi dibikin 2
tahun, serta dengan menggunakan Maqhsud dan Takhrib. Untuk kelas ke-5 yang
memegang yakni Abah, yaitu kelas Al-Fiah, hanya 2 pelajaran, membahas Nahwu
Shorof dan fiqihnya Fathqul Muin, biasanya khatamnya sekitar 3 tahun karena
Al-Fiah ini terdapat 1002 Nadhom. Sedangkan untuk kelas yang paling atas yang
mengajar juga Abah yaitu Jawahirul Maqnun, dimana sudah tidak lagi membahas
Nahwu Shorof tetapi membahas tentang bahasa sama Fathqhul Wahab. Namun Fathqul
Wahab ini memerlukan waktu beberapa tahun, di pondok SaWaba tersebut yang
khatam Fathqul Wahab baru 1 orang, kalau tidak salah sekitar 7-8 tahun, namun
jika sekarang mingkin lebih dari itu. Karena melihat kitab-kitab tersebut semua
berbahasa arab, akhirnya saya bertanya bagaimana proses pembelajaran awal
ketika santri baru masuk, ternyata banyak pada saat awal masuk para santri belum
bisa menulis arab, ada pula yang belum bisa membaca Al-Quran. Awalnya dibimbing
menulis arab, bagaimana menulis arab yang benar, menulis pegon, selanjutnya
dilatih membaca, jadi lama-kelamaan akan mengerti. Untuk masuk pondok tersebut
tidak ada sitem tes, namun santri yang baru masuk, dalam 1 tahun harus
mengkhatamkan hafalam fasholatan, seperti niat sholat, wudhu, bagaimana cara
sholat yang benar, dzikir, doa setelah sholat, sholaat jenazah, jama’ qasar,
tahlil, dan masih banyak lagi. Bagi para santri hanya diperbolehkan pulang 3X,
yaitu pada hari raya iedul Adha , biasanya 5 hari, selanjutnya pada mauled
nabi, biasnaya 1 minggu, dan yang terakhir yaitu akhir khusanah, akhir khusanah
pada tahun ini jatuh pada tanggal 22 april. Biasanya jika paad akhir khusanah
Nyai dan Abah mengadakan lomba membaca Al-Qur’an.
Pada saat ingin
mandi, ternyata para mbak dalem masih antri, akhirnya mbak Luthfi menyuruh
sarapan terlebih dahulu. Sarapan saya seperti hal nya santri lain, makan
berwadahkan nampan dan dimakan bersama-sama. Saat saya sudah mulai kenyang,
mbak Luthfi bilang jika makan maka berkahnya berada di makanan yang terakhir.
Selesai sarapan saya mandi, karena para mbak dalem sudah bersiap-siap untuk
pergi ke madrasah. Selesai mandi saya diajak melihat cara pembelajaran di
madrasah. Di madrasah tersebut terdapat 2 lantai, dan dibagi menjadi beberapa
kelas. Cara pembelajarannya yaitu pembimbing menyampaikan maksud dari sebuah
ayat dan para santri mengartikannya dimasing-masing kitab yang dibawa, dalam
madrasah ini santri laki-laki dan perempuan masih belajar dalam ruangan yang
sama karena ruangan yang belum memadai. Di samping madrasah tersebut ternyata
ada sekolah TK dan Paud. Setelah keliling madrasah, kemudian diajak ke masjid
SaWaba, namun masjid masih dalam proses renovasi, bisa dibilang masjid tersebut
sangat megah, saya dan teman-teman beserta 2 orang mbak dalem pun dipersilahkan
oleh Pak tukang untuk melihat masjid dari dalam dan dipersilahkan pula untuk
menuju lantai atas.

Karena sudah
terik, akhirnya saya kembali ke kamar untuk istirahat sejenak. Saat itu
terlihat ada mbak dalem yang berada di
dapur, ketika bertanya ternyata beliau memasakkan untuk para tukang yang sedang
merenovasi masjid, akhirnya saya membantu memotongi sayuran. Tiba sholat
Dhuhur, segeralah saya mengambil air wudhu dan menuju aula untuk sholat
berjamaah, setelah selesai sholat saya dan teman-teman serta para mbak dalem
kembali ke kamar untuk tidur siang, karena waktu sehabis dhuhur hingga jam 2
boleh digunakan untuk istirahat. Namun ada mbak dalem yang ngaji bersama Abah
di teras, terdengar seperti membaca sholawatan namun ternyata adalah Al-Fiah
Ibnu Malik. Sekitar pukul 13.30 para santri pulang sekolah bersama-sama, mereka
satu persatu memcuci kaki, setelah menaruh tas di dalam kamar, mereka langsung
menuju atas untuk mengangkat baju mereka yang telah kering. Ternyata baju yang
dibawa para santri dibatasi, hanya boleh membawa 9 setel. Untuk baju yang tidak
dipakai ditaruh dalam kardus. Dimana 9 setel itu 3 diantaranya seragam putih, seragam pondok dan seragam madrasah dan 6
lainnya boleh kaos atau kemeja. Setelah itu mereka antri makan, namun sebagian
para santri ada yang menuju kamar mandi untuk mencuci pakaian yang kotor
sekaligus mandi. Sekitar pukul 14.30 para santri berganti pakaian berwarna
hijau dan segera menuju madrasah untuk ngaji, namun tidak hanya para santri
pondok saja yang ngaji tapi masyarakat luar pula. Para santri selesai sekitar
pukul 15.15, kemudian para santri menuju aula untuk menjalankan sholat ashar
bersama Nyai, setelah sholat kemudian Nyai dan para santri membaca surah
Al-Wakiah, dimana surat ini disebut oleh para santri surah pesugihan karena
agar mendapat rezeki melimpah.
Setelah selesai
sholat ashar, ada para santri yang makan karena sepulang sekolah mereka
mencuci, ada pula para santri yang bersenda gurau di teras. Sekitar pukul 16.30
para santri kembali bersiap-siap ngaji kembali di aula bersama Abah. Di aula
ini dibatasi sekat antara santri laki-laki dan santri perempuan. Kitab yang
dipakai pada ngaji sore itu adalah Tafsir Jalalain (kitab kunig), dimana Abah
menjelaskan makna dan para santri memaknai setiap ayat pada kitab tersebut
dengan menggunakan bahasa jawa namun dituliskan dengan bahasa arab (pegon).
Dari situlah saya merasa minder, terkadang membaca ayat yang masih ada harokat
nya saja masih sering salah, apalagi jika disuruh membaca ayat tanpa harokat,
mungkin tidak bisa apa-apa. Di pondok ini ada beberapa kitab yang harus menulis
maknanya di sebuah buku, bukan di kitab itu sendiri. Ngaji bersama Abah selesai
sekitar pukul 17.30, setelah itu para santri segera mengambil makan dan selesai
makan mereka mengambil air wudhu dan menuju aula untuk sholat berjamaah. Usai
sholat berjamaah, Nyai beserta para santri melakukan mujaddah bersama, ketika
membaca “Ya Wahab” bagi para santri yang sedang berhalangan langsung menuju
aula untuk mujaddah bersama, mujaddah ini dilakukan sampai sholat isya.
Setelah selesai
sholat isya, saya bersiap-siap untuk pulang. Saya berpamitan pada Nyai dan para
santri, sangat berterima kasih karena sudah diperkenankan untuk live in di
pondok SaWaba. Nyai bilang jika pondok itu pada bulan april akan mengadakan
suatu acara, jika saya ada waktu diperkanankan untuk menghadiri acara tersebut.
Karena sudah cukup malam akhirnya saya dan teman-teman menginap di rumah teman
yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari pondok, dan kembali ke solo di hari
rabu pagi.