Rabu, 21 Maret 2018

Listrik dan Masyarakat



Nama               : Handayani
NIM                : 175231061
Kelas               : PBS/2B
Mata kuliah     : Bahasa Indonesia
Perkara Pajak Listrik
Pajak merupakan hal yang sering diperbincangkan masyarakat. Terutama masyarakat kecil, karena pajak adalah suatu hal yang mungkin dapat menjadi beban bagi mereka. Pajak yang sering dibayar oleh kalangan mayarakat yaitu pajak listrik, karena listrik merupakan sesuatu yang dalam sehari-harinya ada di kehidupan. Namun, sebenarnya macamya pajak tidak hanya itu saja, seperti halnya pajak penghasilan, pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan, pajak atas bunga, dan masih banyak berbagai macam pajak di Indonesia, hanya saja pajak listrik lebih familiar di masyarakat, baik masyarakat kalangan atas ataupun masyarakat kalangan bawah sekalipun. Pasti semua masyarakat akan membutuhkan listrik untuk kegiatan sehari-harinya, karena dengan adanya listrik kegiatan manusia dapat dilakukan dengan mudah bahkan tidak terganggu. Untuk sektor produksi, listrik memegang peranan yang sangat penting disamping faktor yang lainnya.
Walaupun demikian, yang menjadi bahasan pokoknya yakni pajak terhadap listrik tersebut. Bagi para penduduk yang memiliki penghasilan tinggi mungkin tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena dengan penghasilan mereka yang tinggi dapat dengan entengnya mereka membayarnya tanpa memikirkan kebutuhan yang lain. Berbeda dengan penduduk yang berada dikalangan menengah bahkan masyarakat bawah. Walaupun mereka menggunakan listrik yang bisa dibilang lebih sedikit, namun mereka merasa pajak tersebut menjadi beban dalam kehidupannya, bagaimana tidak, memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja kekurangan, apalagi ditambah dengan tarif pajak yang semakin tinggi. Mereka harus memutar otak dalam memikirkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dan tarif listrik tersebut, uang yang mereka miliki harus dicukup-cukupkan untuk kedua hal itu, belun lagi kalau ada kebutuhan dadakan.
Masyarakat yang berada di kalangan bawah sangat berbeda dengan penduduk yang memiliki penghasilan tinggi atau masyarakat yang berada di kalangan atas, mereka tidak memikirkan hal tersebut, tidak memikirkan tarif pajak naik atau tidak, yang dia fikirkan yang terpenting mereka membayar tarif pajak tersebut tepat waktu, tanpa memutar otak untuk memikirkan kebutuhan lain, mungkin bagi mereka pajak adalah suatu hal yang bisa dibilang tidak memberatkan. Mereka juga dapat dengan semena-mena menggunakan listrik, tanpa memikirkan tagihan setiap bulannya, meski tagihan mereka ratusan ribu sekalipun. Sedangkan masayarakat menengah dan masyarakat kalangan bawah meski tarif mereka hanya puluhan ribu tapi mereka merasa memiliki beban yang berat setiap bulannya.
Pemakaian listrik dari waktu ke waktu semakin bertambah, seiring dengan pertambahan penduduk, perkembangan industri, perluasan wilayah, serta perkembangan teknologi. Peningkatan kebutuhan listrik tidak disertai dengan peningkatan daya yang diproduksi oleh pihak perusahaan, sehingga mengakibatkan banyak daerah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan energi listrik tersebut. Hal ini sangat ironis ketika pemerintah justru menaikkan tarif listrik tersebut, tanpa memikirkan dampaknya terhadap penduduk.
Jika melihat fenomena kenaikan tarif listrik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dapat berdampak pada masalah perekonomian dan kesejahteraan penduduk, terutama penduduk yang berada di kalangan bawah. Jika uang mereka tidak mencukupi untuk membayar tagihan listrik maka meraka tidak akan membayar, dan tagihan listrik menjadi menumpuk. Hal  tersebut berakibat pemasukan negara menjadi berkurang. Dari hal ini bisa dilihat, bahwa PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara tidak hanya berorientasi pada keuntungan pribadi, namun lebih memikirkan pelayanan masyarakat. Dari penduduk yang tidak mampu membayar tagihan tersebut karena keterbatasan ekonomi maka keuangan negara pun tidak memungkinkan untuk melakukan pembangunan pada sektor listrik. Sehingga akibatnya adalah terjadi pemadaman secara bergilir di berbagai wilayah. Akibat dari pemadaman tersebut kegiatan perekonomian seperti kegiatan produksi juga akan terhambat.
Selain menimbulkan masalah di bidang ekonomi dan pemadaman bergilir, kenaikan tarif listrik akan berpengaruh pada kenaikan inflasi. Dengan naiknya tarif listrik tersebut maka mengakibatkan biaya produksi naik dan pasti akan diikuti dengan kainakan harga barang-barang lainnya, hal ini menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Turunnya produksi barang/jasa juga menjadikan kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga turun. Dari hal ini secara bersamaan penurunan penawaran dan permintaan akan menyebabkan perubahan harga baru.
Namun jika melihat kenaikan tarif listrik ini, bisa diketahui bahwa tarif listrik dinaikkan karena pengurangan subsidi, perbaikan PLN, penambahan trafo, kelebihan daya tampung. Selain  itu kenaikan tarif ini guna untuk meningkatkan kinerja PLN itu sendiri, seperti halnya pemanbahan pembangkit kecil dan genset yang diperuntukkan bagi masyarakat pelosok serta penambahan trafo pada pembangkit listrik di daerah dan kota-kota besar. Jika tarif dinaikkan maka tidak akan ada lagi pemadaman secara bergilir karena fasilitas sudah memadai, kecuali pemadaman akibat bencana alam. Manfaat lain, yaitu akan dijadikan subsidi silang untuk program pemerintah ‘listrik masuk desa’, yakni membantu para masyarakat desa terpencil dalam kaitannya penyaluran listrik yang awalnya sangat susah dijangkau.
Baru-baru ini ada listrik yang tidak membayar pajak setiap bulannya, namun dengan membeli pulsa atau sering disebut dengan ‘Pulsa Listrik”. Pulsa listrik tersebut dapat dikatakan lebih praktis dibandingkan dengan yang sebelumnya ada. Dari hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang berpindah dari listrik yang membayar setiap bulannya menjadi listrik yang menggunakan pulsa.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif listrik pada kenyataannya menimbulkan dampak pada kehidupan manusia, terutama dengan masalah perekonomiannya, hal tersebut akan berdampak pada masalah kesejahteraan. Selain itu akan memicu inflasi, dari inflasi tersebut maka harga barang-barang juga akan ikut naik. Maka pemerintah seharusnya mempertimbangkan dampak dari kebijakan menaikkan tarif listrik tersebut, terutama pada bidang ekonomi. Karena dampak inilah yang menyengsarakan rakyat kecil yang kaitannya dengan kesejahteraan, atau pemerintah menurunkan tarif listrik setiap tiga bulan agar masyarakat kecil tidak semakin terbebani.







Senin, 19 Maret 2018

Live In Pesantren



Nama   : Handayani
NIM    : 175231061
Kelas   : Perbankan Syariah/ 2B
24 Jam di Pesantren
Tulisan ini akan menceritakan mengenai pengalaman pertama kali saya di pondok. Selama 19 tahun ini, baru pertama kali saya pergi ke pondok, tahu bagaimana kehidupannya, bagaimana sistemnya, menyaksikannya sendiri para santri melakukan kegiatnnya, bahkan saya ikut merasakan pula. Mungkin jika tidak ada mata kuliah Metodologi Studi Islam, saya tidak akan tahu bagaimana rasa di kehidupan pondok, hal-hal kecil yang sangat berharga, harus pandai-pandai memanagement waktu sebaik mungkin, serta jiwa kemadirian adalah hal paling yang penting, sebab jauh dari keluarga, hanya ada santri lain yang paling dekat pada saat kita mondok. Tidak hanya itu, kesabaran yang dimiliki anak pondok sangat jauh berbeda dengan orang biasa terutama saya sendiri.
Tugas untuk live in ke pondok pesantren ini dibagi menjadi beberapa kelompok, kelompok saya terdiri dari saya sendiri, Rita, Nisa, Nurul dan Yeni. Mereka bisa dibilang sangat dekat dengan saya. Pada saat diberi tahu bahwa kelas saya mendapat pondok yang berada di Sukoharjo dan Sragen, akhirnya saya mencari di google daftar pondok pesantren yang berada di sukoharjo. Selain mencari di google, saya juga bertanya pada Uztad saya mengenai hal tersebut. Awalnya, dua orang teman saya mendatangi satu pondok pesantren di Sukoharjo, yaitu pondok Al-Mukmin, namun mereka pesimis tidak akan diterima karena pondok pesantren itu sangat megah. Di lain hari akhirnya saya dan teman-teman mencari pondok pesantren yang dekat terlebih dahulu.
Tujuan pertama adalah pondok pesantren Singo Ludiro. Saya hanya menggunakan google maps untuk mencari alamat pondok itu. Saat sampai di alamat tujuan ternyata pondok itu sangat sepi dan bangunannya terlihat sudah rusak, ada pula ayunan anak-anak yang sudah rapuh. Ketika bertanya pada salah satu orang yang rumahnya tepat di depan pondok, beliau bilang bahwa pondok itu sudah tidak lagi berfungsi dan TK nya juga sudah tidak digunakan lagi. Pondok itu sudah  pindah ke daerah Sukoharjo timur, untuk lebih jelasnya beliau menyarankan untuk menanyakan pada bapak Agung. Beliau juga memberi alamat pondok yang baru, setelah mendapatkan alamat itu saya kembali mencari, namun setelah sekian lama menyusuri jalan, alamat itu tidak dapat saya temukan. Akhirnya memutuskan untuk mencari pondok lain yang dekat dengan daerah situ.
Tujuan kedua pondok pesantren yang dituju yakni Darul Hidayah. Sama dengan cara mencari pondok yang pertama, saya mencari alamat juga menggunakan google maps. Pondok ini berposisi di depan persawahan. Jika dilihat dari luar, pondok ini baru dalam proses membangun gedung baru yang awalnya tingkat 2 akan menjadi tingkat 3. Saat membaca gapura pondok itu ternyata pondok itu ada SMP IT dan SMA IT bukan pondok murni, sempat bingung dengan hal itu, karena tidak tahu boleh atau tidak jika pondok tersebut sekaligus ada sekolahnya. Karena sudah terlanjur sampai di lokasi akhirnya meminta izin kepada salah satu pengurus pondok untuk menginap selama 24 jam. Pengurus tersebut bilang kepada Gus nya, dan akhirya saya dipersilahkan masuk ke dalam suatu ruangan. Di situ di tanya asal, tujuan dan nama, setelah berbincang-bincang dan menyampaikan maksud kedatangan di pondok itu, akhirnya kepala pondok atau Gus mengizinkan saya untuk live in selama 24 jam di pondok tersebut.
Cukup lega karena sudah mendapatkan pondok, namun untuk memastikan boleh atau tidaknya jika pondok itu sekaligus ada sekolah, akhirnya menanyakan hal tersebut kepada dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam, dan ternyata beliau menyarankan agar ke pondok pesantren murni. Di situlah saya kembali pusingkan untuk mencari pondok lain, mengingat banyak kelompok lain yang berlomba-lomba mencari. Karena hari sudah cukup siang, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke kos. Saya mencoba mencari pondok yang berada di Sragen karena kelompok lain banyak yang sudah mendatangi pondok yang berada di Sukoharjo. Kebetulan salah satu anggota kelompok ada yang berasal dari Sragen, dan di dekat dengan dusunnya ada satu pondok pesantren murni. Sempat pesimis jika saya dan teman-tema di izinkan untuk live in di sana. Untuk itu, akhirnya salah satu teman saya mendatangi pondok yang dekat dengan dusunnya tersebut. Dia menyampaikan tujuan, serta hari apa kita akan live in. Sebenarnya semua ingin ikut untuk datang ke pondok itu namun cuaca yang tidak memungkinkan. 
Setelah lama menunggu kabar akan kepastian dari pondok, akhirmya teman saya memberi tahu jika boleh live in di sana. Namun Nyai bilang jika pondok pesantren itu masih dalam tahap berkembang, makan seadanya, mandi antri, bahkan tidur tanpa ranjang sekalipun. Setelah berunding akan hal tersebut akhirnya sepakat untuk live in di pondok Salamah wabarokah atau sering disebut dengan SaWaba, pada hari senin-selasa. Saya bersedia untuk menerima bagimana pun kondisinya nanti, tanpa keluhan. Setelah setuju akan pondok tersebut, akhirnya segera membuat surat keterangan mondok dan disetujui oleh pihak akademik. Malam hari sebelum mondok, berkumpul untuk membahas apa saja yang akan dibawa, pada malam itu juga saya membahas mengenai sesuatu yang akan diberikan kepada pondok. Setelah berunding untuk hal tersebut, akhirnya memutuskan untuk memberi sedikit uang, telur dan beras. Tidak hanya membahas mengenai hal itu, saya kami juga membahas pembagian barang bawaan agar tidak terlalu banyak barang dibawa.
Saat datangnya hari dimana saya harus mondok, saya berangkat sore sebab ada mata kuliah pada jam 4. Kebetulan dosennya tidak tahu datang atau tidak, setelah saya menunggu hingga jam 5 ternyata dosennya pun tidak kunjung datang dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke kos menyiapkan keperluan yang akan dibawa. Akhirnya saya berangkat jam 5 lebih dan memperkirakan sampai di sana nantinya pukul 6, namun ternyata saat baru sampai seperempat jalan hujan turun deras dan meneduh di pinggiran toko untuk memakai mantol. Setelah hujan reda, saya melanjutkan perjalanan kembali, namun ternayata hujan semakin deras, saya pun kembali meneduh di pom bensin Kali Jambe, Sragen. Pada saat itu tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan karena hujan semakin deras, beberapa menit setelah menunggu ternyata hujan tidak berhenti hanya reda saja, karena takut terlalu malam sampai di tempat tujuan akhirnya saya memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanan kembali. Banyak jalan yang berlubang dan bisa dibilang kondisi jalan sedikit macet karena banjir.
Kondisi yang basah kuyup setelah diguyur hujan tidak memungkinkan untuk langsung ke tempat tujuan. Akhirnya saya berhenti di rumah teman yang berada di dekat pondok, saya ganti baju dan sholat maghrib sekaligus sholat isya di sana. Setelah siap barulah saya menuju pondok pesantren. Sesampainya di lokasi ternyata sudah hampir jam 8, kebetulan pada saat itu Bu Nyai dan Abah baru ada tamu. Saya dipersilahkan masuk, dan ternyata sudah ditunggu. Awal perbincangan saya meminta maaf karena keterlambatan datang karena hujan. Bu Nyai memaklumi hal tersebut, beliau menanyai satu per satu nama saya dan teman-teman, beliau juga menjelaskan bagaimana kondisi pesantren tersebut. Beliau menyuruh agar dapat menerima kondisi pesantren yang sedang berkembang itu, selain itu beliau juga menjelaskan kegiatan-kegiatan para santri. Setelah cukup lama berbincang-bincang, datang salah satu orang santri, yang mana ia adalah orang yang akan mendampingi saya dan teman-teman nantinya saat berada di pondok. Ia bernama Luthfi, namun saya memanggilnya Mbak Luthfi.
Setelah Nyai mempersilahkan untuk menghetahui kegiatan para santri, saya terlebih dahulu mengambil barang-barang yang masih berada di sepeda motor. Selanjutnya saya diajak masuk ke salah satu kamar di mana di dalam kamar tersebut ada para santri yang dibilang masih kecil atau masih bersekolah SD, mereka langsung berjabat tangan dengan saya. Di ruangan itu, terlihata ada banyak lemari kecil, rak-rak yang dipenuhi buku, tumpukan tas, tumpukan kasur lantai, beberapa kardus, serta beberapa gantungan tempat para santri menggantung bajunya. Dimana setiap lemari dan rak buku tersebut sudah tertera nama-nama pemiliknya, selain rak tersebut juga terdapat beberapa keranjang yang di dalamnya terdapat buku-buku pula. Ruangan tersebut bisa dibilang tidak terlalu besar, terlihat sangat penuh dengan barang-barang yang ada.

Saya dan teman-teman akhirnya berbincang-bicang dengan mbak Luthfi di ruangan tersebut. Selain mbak Luthfi ada pula para mbk-mbak lain yang mana mereka juga ikut seta mendampingi nantinya. Sebelum berbincang-bincang lebih jauh, saya berkenalan dengan mbak-mbak pengurus pondok tersebut. Saya mendapat banyak informasi dari para pengurus terutama mbak Luthfi. Pondok pesantren tersebut memiliki nama lengkap Pondok Pesantren Salamah Wabarokah Hidayatul Mubtidi-ien, dibangun pada tahun 1990 atau 1411 hijriah, yang beralamat di Canden-Ketro-Tanon-Sragen, yang diasuh oleh KH. Ma’shum Abi Darda’ dan Ny. Muthmainnah K. Pondok ini dinamakan Salmah Wabarokah awalnya karena abah dan Nyai berasal dari Magelang semua. awalnya Abah diambil oleh orang dusun Canden pada saat belum menikah, pada saat setelah menikah Abah dan Nyai tersebut di tempatkan di dusun Canden. Kemudian Abah mendatangi Bah Jadzari yang beralamat di Kacangan Boyolali, dimana Bah Jadzari tersebut terkenal wali. Selanjutnya Abah bilang jika akan mendirikaan pondok, oleh Bah Jadzari tersebut memberi nama pondok Salamah Wabarokah, dimana “Salamah” memiliki arti selamat, sedangkan “Wabarokah” memiliki arti bertambah-tambah kebaikannya.
Jumlah santri putra lebih banyak dibandingkan santri putri. Jumlah santri putra sekitar 130-an, sedangkan jumlah santri putri yaitu 109, dimana santri putri yang masih bersekolah sekitar 75 santri dan 34 lainnya sudah tidak sekolah atau seting disebut “mbak dalem”. Saat berbincang-bincang dengan para pengurus, terlihat para santri memerhatikan perbincangan, akhirnya saya bertanya kegiatan para santri sehabis sholat maghrib yakni mujaddah bersama hingga sholat isya, selesai sholat isya membaca Al-Quran, setelah selesai membaca Al-Quran bagi santri yang sekolah biasanya mengerjakan tugas dan belajar, namun jika bagi santri yang tidak sekolah atau sering disebut orang dalam biasanya mengaji dengan Abah hingga jam 10 atau bahkan jam setengah 11. Karena sudah cukup malam, akhirnya saya diajak untuk berkeliling pondok pesantren. Di pondok tersebut terdapat 5 kamar untuk para santri, 3 kamar  di lantai bawah dan 2 kamar di lantai atas. Kamar yang berada di lantai bawah yaitu kamar Al-Hidayah, Sa’adah dan Istiqomah, sedangkan kamar yang berada di lantai atas yaitu kamar Al-Huda dan Al-falah. Awalnya saya disuruh untuk memilih kamar untuk tidur, namun saya menyarankan agar pengurus saja yang memilihkan. Kamar pertama diberi nama kamar Al-Hidayah, dimana kamar ini adalah kamar paling luas dibanding kamar-kamar lainnya, kamar yang saya kira tidak cukup luas itu ternyata adalah kamar yang paling luas. Tidak jauh dari kamar Al-Hidayah terdapat kamar Sa’adah, saya hanya melihat sekilas dari luar karena di dalam kamar tersebut banyak para santri yang sedang belajar takut jika menganggu konsentrasi belajar.
Sebelum berlanjut ke kamar lainnya, di samping kamar Sa’adah terdapat gudang kecil. Banyak kardus bertumpukan, walaupun itu gudang namun sering dipakai para santri untuk tempat tidur. Di sebelah gudang terdapat koperasi para santri, koperasi itu dinamakan “Koperasi SaWaba” sesuai dengan nama podok. Koperasi tersebut menjual berbagai makanan ringan, minuman, perlengkapan mandi, mukenah dan jilbab. Selain itu, setiap pagi ada ibu-ibu yang menitipkan makanan untuk dijual di koperasi SaWaba. Yang menjaga koperasi yakni para pengurus namun secara bergantian. Bagi para santri (putri khususnya), jika ingin membeli keperluan jika di koperasi tersebut ada, maka harus membeli di koperasi, namun apabila di koperasi tidak ada maka boleh membeli keluar seperti ke Gemolong, tapi harus izin terlebih dahulu ku Bu Nyai. Peraturannya jika keluar di luar lingkup Canden maka harus izin ke Nyai terlebih dahulu, entah itu santri yang sudah besar ataupun masih kecil, akan tetapi jika masih di lingkup Canden maka izinnya hanya kepada pengurus. Jadi setiap santri yang ingin keluar harus izin terlebih dahulu, walaupun itu hanya ke jalan raya dekat dengan pondok. Tidak ada batasan waktu bagi para santri yang keluar untuk mencari keperluan, namun syaratnya hanya pada saat ngaji harus sudah ada di pondok.
Selesai melihat koperasi para santri, akhirnya berlanjut ke kamar selanjutnya yaitu kamar Istiqamah. Di dekat kamar istiqamah ini terdapat dapur para santri, sebenarnya saya ingin masuk ke dapur namun pada saat itu lampu dapur kemungkinan sedang mati karena sangat gelap. Kamar Istiqamah memiliki luas yang hampir sama dengan kamar Sa’adah, saya hanya melihatnya dari luar saja karena ada santri yang sudah  tidur. Berhadapan dengan kamar Istiqamah, terdapat 5 kamar mandi untuk para santri, selain kamar mandi di dekat kamar Istiqamah, 5 kamar mandi lainnya berada di dekat kamat Al-Hidayah, jadi jumlah kamar mandi untuk santri putri sejumlah 10 kamar mandi. Setelah itu saya diajak ke lantai atas untuk melihat beberapa ruangan. Ruangan utama di lantai atas yakni aula, dimana di aula ini biasanya digunakan untuk sholat berjamaah para santri putri, selain untuk sholat berjamaah, setiap malam juga sering digunakan para santri untuk tidur, banyak para santri yang tidur di aula pada saat saya dan teman-teman datang. Memang aula tersebut dapat dikatakan cukup luas, namun aula di sini hanya aula untuk santri putri saja. Di aula tersebut juga terdapat rak buku yang cukup banyak, terapat pula papan tulis yang ditempel jadwal-jadwal para santri ngaji Al-Quran, urutan setoran hafalan, dan berbagai pengumuman lainnya. Berbeda degan ruangan sebelumnya, di aula ini terdapat 1 kipas angin, dimana kipas angin tersebut tepat di atas imam.
Di sebelah aula tersebut terdapat 2 kamar para santri, Yaitu kamar Al-huda dan kamar Al-Falah. Dua kamar ini termasuk kamar yang paling kecil dibandingkan 3 kamar yang lain, sama halnya dengan kamar lain, di kamar ini juga ada rak buku dan loker-loker kecil. Mungkin karena dua kamar ini kecil maka para santri banyak yang tidur di aula. Setelah selesai berkeliling pondok dengan pengurus, akhirnya saya turun untuk kembali ke kamar, saat sampai di bawah ternyata saya melihat sekitar 4-5 orang di luar, saya bertanya pada mbak Luthfi, ternyata di pondok itu ada JAMAL atau jaga malam. Jaga malam itu adalah tugas para pengurus yang sudah tidak sekolah lagi. Jamal ini dibagi menjadi 2 shift yakni, shift pertama sampai jam setengah 1 dan shift kedua dari jam setengah 1 sampai jam 2, dimana jamal yang mendapat shift 2 harus bertugas membangunkan para santri pada jam 2 untuk melaksanakan sholat tahajud. Akhirnya saya jadi tidak masuk kamar, namun ikut di luar bersama jamal sambil berbincang-bincang mengenai kegiatan-kegiatan yang ada di pondok SaWaba.  Ternyata di pondok tersebut kegiatan setiap malamnya berbeda.
Ketika malam senin kegiatannya itu per kelas, setelah selesai sholat dan mujaddah ada yang ngaji fasholatan, ngaji Dala’illan sama Nyai sesuai tingkatan kelas. Pada malam senin ini biasanya untuk para santri yang masih bersekolah fasholatan terlebih dahulu, fasholatan ini biasanya berjalan 2 tahun, karena mengajari cara berwudhu, sholat, sholat mayat, atau tentang fiqih. Jika untuk orang rumah atau orang yang sudah tidak sekolah yakni ngaji dala’illan atau khatam Qur’an dengan Nyai. Sedangkan pada malam selasa dan rabu yakni ngaji Al-qur’an. Malam kamis kegiatannya yaitu setoran hafalan, setoran hafalan ini juga berdasarkan tingkatan, seperti senior atau junior. Jika masih awalan atau junior biasanya setoran niat sholat, cara berdzikirnya, doanya, dzikir tahlil, cara niat jama’ sholat, bersuci, sedangkan bagi senior biasanya menggulang asmaul husna, doa-doa mujaddah, jika yang setoran yaitu nadzhoman, dimana dibedakan pula menjadi kelas-kelas, ada yang imriti, dan lain-lain. Nadzhoman disini dapat pula disebut seperti praktik, syi’ir-syi’ir, seperti halnya pelajaran namun masih dimaknani, penjabaran, selanjutnya diambil nadzhom lalu dikumpulkan menjadi satu dan di maknain setiap hari.
Pada malam jumat kegiatannya yaitu yassinan setiap habis mujaddahan. Jika jumat pagi kegiatannya yakni jumat bersih atau diistilahkan sebagai rok’an. Dimana dibagi menjadi mingguan, ada yang bertugas membersihkan kamar mandi, nyapu dan masih banyak kegiatan kebersihan lainnya. Malam sabtu seperti ngaji biasanya, namun jika malam minggu, ada kegiatan setiap tri akhad, kadang ada pengajiaan dan membaca Al-Qur’an. Dimana setiap minggunya dibagi, seperti minggu pertama membaca Al-Qur’an, minggu kedua manakhib’an, dan minggu ketiga pengajian, pengajian disini menentukan judul dan tema, biasanya disesuaikan dengan bulannya, contonnya Maulud nabi, isra mi’raj. Jika minggu pagi sehabis subuh ngajinya menerangkan mengenai had-had atau urutan seperti nifas, biasanya juga Ngaji baca Qur’an. Saat berbincang-bincang dengan para pengurus, saya melihat salah seorang santri membawa gelas kemudian mengisi gelas tersebut di kran air dan dibawa ke kamar, ketika saya bertanya kepada pengurus, ternyata air kran tersebut digunakan untuk keperluan apapun termasuk minum tanpa di masak telebih dahulu. Setelah bertanya pada pengurus ternyata air itu bersumber dari sumur sebelah pondok, sumur itu tepat berada di depan rumah mbah Simin. Biasanya setiap satu tahun sekali air sumur tersebut di ambil 1 ember dan dibacakan doa mujaddah serta doa-doan lain oleh Abah, Nyai dan para santri, jika santri putri mujaddah dan membacakan doa-doa bersama Nyai di aula purti sedangkan putra bersama Abah di aula putra atau terkadang di masjid bersama orang dusun. Kemudian air 1 ember tersebut dikembalikan ke sumur bertujuan agar sumur tersebut tidak kering, sumur tersebut tidak pernah kekeringan meskipun musim kemarau, bahkan bila sumur-sumur masyarakat kekeringan sumur di depan rumah mbah Simin itu tidak pernah kekeringan. Sesaat setelah melihat itu, Nyai keluar dan menaruh sebuah piring yang berisi makanan di teras, para santri langsung menganmbil makanan tersebut dan memakannya. Selang beberapa saat Nyai kembali keluat dan menaruh satu piring makanan dan buah pisang, salah satu pengurus kemudian mengambil dan menawarkan kepada saya, awalnya saya menolak karena sudah malam dan sudah tidak terlalu nafsu makan. Akhirnya salah satu pengurus bilang, bahwa itu adalah “Ngalap Berkah”, selanjutnya saya bertanya, apa itu ngalap berkah, ternyata ngalap berkah itu makanan yang diberikan Nyai yang sebelumnya sudah dimakan dan kemungkinan tidak habis. Selanjutnya saya mengambil 1 pisang goreng tersebut, karena pengurus bilang makanan itu dapat menjadi rebutan para santri.
Sekitar pukul 23.30 saya dipersilahkan untuk tidur karena hawa yang semakin dingin. Saya pun tidur membaur dengan para santri lain di kamar Al-Hidayah, dimana saya, teman-teman dan para santri tidur hanya menggunakan kasur lantai yang tidak cukup tebal tanpa menggunakan keranjang sama sekali. Sekitar pukul 02.00 terdengar para mbak-mbak jamal membangunkan para santri untuk mujaddah dan sholat malam, walaupun terasa hanya tidur sebentar, saya akhirnya bangun dan segera antri untuk ke kamar mandi. Setelah itu saya, teman-teman, dan para santri melakukan sholat tahajud di kamar dan setelah itu menuju aula untuk mujaddah bersama Nyai. Bagi para santri yang tidak ikut mujaddah dan sholat malam ternyata ada hukumannya, dulu hukumannya membersihkan sampah, namun sekarang diganti dengan denda 2 ribu. Selesai  mujaddah sekitar jam setengah 3 lebih, setelah mujaddah selesai akhirnya para santri kembali ke kamar masing-masing, ada yang kembali tidur, ada yang belajar, bahkan ada yang mengantri mandi. Para pengurus bilang, jika mandi dan makan diprioritaskan untuk santri yang sekolah terlebih dahulu, saya, teman-teman serta para pengurus kembali tidur untuk menunggu azan subuh. Saat saya terbangun, banyak para santri yang sudah mengenakan seragam lengkap, ada yang mengantri mandi serta ada pula yang belum bangun. Saya segera mengambil air wudhu dan segera menuju aula untuk sholat berjamaah. Ketika selesai sholat berjamaah, kemudian mujaddah dengan membaca “ Ya Badi’ ”, setelah sholat dan mujaddah para santri bersholawat dan membaca doa untuk membaca al-Qur’an bersama Nyai.
Setelah selesai, saya menuju dapur untuk membantu para Mbak dalem memasak untuk para santri yang sekolah, santri yang masih bersekolah biasa disebut “kos”. Untuk urusan memasak, jaga malam dan kebersihan, baik itu kebersihan kamar, kamar mandi atau pondok, ternyata menggunakan sistem piket. Ternyata untuk urusan belanja ke pasar bukan para mbak-mbak sendiri yang belanja, melainkan yang belanja adalah santri laki-laki. Santri perempuan hanya mencatat apa saja yang akan dibeli. Hal ini karena para santri perempuan sangat dibatasi keluar pondok.  Jika memasak dan jaga malam itu tugasnya mbak dalem, para santri yang masih bersekolah hanya piket kebersihan. Ketika sarapan sudah siap, para santri mengantri mengambil lauk, dimana ada satu orang yang bertugas mengambilkan lauk untuk para santri, santri yang mengambil lauk tersebut bilang lauk tersebut untuk berapa orang, karena biasanya para santri sangat jarang makan sendiri, biasanya 1 piring untuk 1-3 orang. Saat sarapan selesai, para santri selanjutnya memakai sepatu dan bersiap-siap berangkat sekolah. Ternyata sebelum berangkat, para santri berkumpul di depan pondok untuk doa bersama. Selain itu, para santri juga ada yel-yel, setelah berdoa dan yel-yel para santri selanjutnya berjabat tangan dengan para santri lainnya dan berangkat sekolah dengan berjalan kaki bersama-sama, namun untuk para santri yang masih tingkat SD untuk berangkat sekolah masih diantarkan oleh pengurus pondok menggunakan sepeda motor. Bagi para santri yang sudah tingkat SMP dan SMA, mereka berjalan kaki bersama sekitar 15 menit dari pondok pesantren. 

Pada saat saya akan mandi, ternyata mbak dalem banyak yang mengantri mandi. Akhirnya saya ke kamar ditemani oleh mbak Luthfi, di situ saya bertanya kegiatan mbak dalem atau santri yang sudah tidak sekolah. Ternyata untuk para santri yang sudah tidak sekolah, ada ngaji pagi, dimana dibagi menjadi per kelas, dari kitab terbawah sampai kitab teratas. Pukul 07.30 para santri bersiap-siap dan pukul 08.00 masuk, kelas pagi jam 08.00 ini adalah kelas paling bawah yaitu kelas Awamil, sedangkan nomor 2 yaitu kelas Qaidah Sarfiyah, nomor 3 kelas Imriti, nomor 4 kelas Qawaiedul Iqrab, nomor 5 kelas Al-Fiah, dimana 5 kelompok kelas ini adalah kelas pagi. Jika pukul 09.30 yaitu kelas Jawahirul Maqnun, dimana kelas ini adalah kelas tinggi, sedangkan pukul 10.30 ada kelas yang lebih tinggi dari kelas Jawahirul Maqnun yaitu kelas Fatqhul Wahab. Di situ saya juga diberi tahu sebagian kitab-kitab yang digunakan di kelas pagi tersebut. Untuk kelas bawah yaitu Awamil membahas tentang Nahwu Shorof dan kaidah nashar, untuk kelas ke-2 menggunakan kitab Jurumiyah dan Qaidah Sarfiyah yang mana membahas tentang Nahwu Shorof juga, untuk kelas ke-3 yaitu Imriti yang berhubungan pula dengan Qaidah Sarfiyah, dimana Qaidah Sarfiyah memiliki 2 juz, 1 juz pertama dan 1 juz kedua, untuk kelas ke-2 menggunakan juz pertama, sedangkan untuk kelas ke-3 menggunakan juz kedua dan menggunakan Imriti serta Fathqul Qarib, dimana Fathqul Qarib ini adalah Fiqihnya. 

Untuk kelas ke-4 yaitu kelas Qawaiedul Iqrab, dimana dalam 1 tahun tidak khatam jadi dibikin 2 tahun, serta dengan menggunakan Maqhsud dan Takhrib. Untuk kelas ke-5 yang memegang yakni Abah, yaitu kelas Al-Fiah, hanya 2 pelajaran, membahas Nahwu Shorof dan fiqihnya Fathqul Muin, biasanya khatamnya sekitar 3 tahun karena Al-Fiah ini terdapat 1002 Nadhom. Sedangkan untuk kelas yang paling atas yang mengajar juga Abah yaitu Jawahirul Maqnun, dimana sudah tidak lagi membahas Nahwu Shorof tetapi membahas tentang bahasa sama Fathqhul Wahab. Namun Fathqul Wahab ini memerlukan waktu beberapa tahun, di pondok SaWaba tersebut yang khatam Fathqul Wahab baru 1 orang, kalau tidak salah sekitar 7-8 tahun, namun jika sekarang mingkin lebih dari itu. Karena melihat kitab-kitab tersebut semua berbahasa arab, akhirnya saya bertanya bagaimana proses pembelajaran awal ketika santri baru masuk, ternyata banyak pada saat awal masuk para santri belum bisa menulis arab, ada pula yang belum bisa membaca Al-Quran. Awalnya dibimbing menulis arab, bagaimana menulis arab yang benar, menulis pegon, selanjutnya dilatih membaca, jadi lama-kelamaan akan mengerti. Untuk masuk pondok tersebut tidak ada sitem tes, namun santri yang baru masuk, dalam 1 tahun harus mengkhatamkan hafalam fasholatan, seperti niat sholat, wudhu, bagaimana cara sholat yang benar, dzikir, doa setelah sholat, sholaat jenazah, jama’ qasar, tahlil, dan masih banyak lagi. Bagi para santri hanya diperbolehkan pulang 3X, yaitu pada hari raya iedul Adha , biasanya 5 hari, selanjutnya pada mauled nabi, biasnaya 1 minggu, dan yang terakhir yaitu akhir khusanah, akhir khusanah pada tahun ini jatuh pada tanggal 22 april. Biasanya jika paad akhir khusanah Nyai dan Abah mengadakan lomba membaca Al-Qur’an.
Pada saat ingin mandi, ternyata para mbak dalem masih antri, akhirnya mbak Luthfi menyuruh sarapan terlebih dahulu. Sarapan saya seperti hal nya santri lain, makan berwadahkan nampan dan dimakan bersama-sama. Saat saya sudah mulai kenyang, mbak Luthfi bilang jika makan maka berkahnya berada di makanan yang terakhir. Selesai sarapan saya mandi, karena para mbak dalem sudah bersiap-siap untuk pergi ke madrasah. Selesai mandi saya diajak melihat cara pembelajaran di madrasah. Di madrasah tersebut terdapat 2 lantai, dan dibagi menjadi beberapa kelas. Cara pembelajarannya yaitu pembimbing menyampaikan maksud dari sebuah ayat dan para santri mengartikannya dimasing-masing kitab yang dibawa, dalam madrasah ini santri laki-laki dan perempuan masih belajar dalam ruangan yang sama karena ruangan yang belum memadai. Di samping madrasah tersebut ternyata ada sekolah TK dan Paud. Setelah keliling madrasah, kemudian diajak ke masjid SaWaba, namun masjid masih dalam proses renovasi, bisa dibilang masjid tersebut sangat megah, saya dan teman-teman beserta 2 orang mbak dalem pun dipersilahkan oleh Pak tukang untuk melihat masjid dari dalam dan dipersilahkan pula untuk menuju lantai atas. 

Karena sudah terik, akhirnya saya kembali ke kamar untuk istirahat sejenak. Saat itu terlihat ada mbak dalem  yang berada di dapur, ketika bertanya ternyata beliau memasakkan untuk para tukang yang sedang merenovasi masjid, akhirnya saya membantu memotongi sayuran. Tiba sholat Dhuhur, segeralah saya mengambil air wudhu dan menuju aula untuk sholat berjamaah, setelah selesai sholat saya dan teman-teman serta para mbak dalem kembali ke kamar untuk tidur siang, karena waktu sehabis dhuhur hingga jam 2 boleh digunakan untuk istirahat. Namun ada mbak dalem yang ngaji bersama Abah di teras, terdengar seperti membaca sholawatan namun ternyata adalah Al-Fiah Ibnu Malik. Sekitar pukul 13.30 para santri pulang sekolah bersama-sama, mereka satu persatu memcuci kaki, setelah menaruh tas di dalam kamar, mereka langsung menuju atas untuk mengangkat baju mereka yang telah kering. Ternyata baju yang dibawa para santri dibatasi, hanya boleh membawa 9 setel. Untuk baju yang tidak dipakai ditaruh dalam kardus. Dimana 9 setel itu 3 diantaranya seragam putih,  seragam pondok dan seragam madrasah dan 6 lainnya boleh kaos atau kemeja. Setelah itu mereka antri makan, namun sebagian para santri ada yang menuju kamar mandi untuk mencuci pakaian yang kotor sekaligus mandi. Sekitar pukul 14.30 para santri berganti pakaian berwarna hijau dan segera menuju madrasah untuk ngaji, namun tidak hanya para santri pondok saja yang ngaji tapi masyarakat luar pula. Para santri selesai sekitar pukul 15.15, kemudian para santri menuju aula untuk menjalankan sholat ashar bersama Nyai, setelah sholat kemudian Nyai dan para santri membaca surah Al-Wakiah, dimana surat ini disebut oleh para santri surah pesugihan karena agar mendapat rezeki melimpah.
Setelah selesai sholat ashar, ada para santri yang makan karena sepulang sekolah mereka mencuci, ada pula para santri yang bersenda gurau di teras. Sekitar pukul 16.30 para santri kembali bersiap-siap ngaji kembali di aula bersama Abah. Di aula ini dibatasi sekat antara santri laki-laki dan santri perempuan. Kitab yang dipakai pada ngaji sore itu adalah Tafsir Jalalain (kitab kunig), dimana Abah menjelaskan makna dan para santri memaknai setiap ayat pada kitab tersebut dengan menggunakan bahasa jawa namun dituliskan dengan bahasa arab (pegon). Dari situlah saya merasa minder, terkadang membaca ayat yang masih ada harokat nya saja masih sering salah, apalagi jika disuruh membaca ayat tanpa harokat, mungkin tidak bisa apa-apa. Di pondok ini ada beberapa kitab yang harus menulis maknanya di sebuah buku, bukan di kitab itu sendiri. Ngaji bersama Abah selesai sekitar pukul 17.30, setelah itu para santri segera mengambil makan dan selesai makan mereka mengambil air wudhu dan menuju aula untuk sholat berjamaah. Usai sholat berjamaah, Nyai beserta para santri melakukan mujaddah bersama, ketika membaca “Ya Wahab” bagi para santri yang sedang berhalangan langsung menuju aula untuk mujaddah bersama, mujaddah ini dilakukan sampai sholat isya.
Setelah selesai sholat isya, saya bersiap-siap untuk pulang. Saya berpamitan pada Nyai dan para santri, sangat berterima kasih karena sudah diperkenankan untuk live in di pondok SaWaba. Nyai bilang jika pondok itu pada bulan april akan mengadakan suatu acara, jika saya ada waktu diperkanankan untuk menghadiri acara tersebut. Karena sudah cukup malam akhirnya saya dan teman-teman menginap di rumah teman yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari pondok, dan kembali ke solo di hari rabu pagi.

Tugas dan Ngopi

NAMA             :HANDAYANI NIM                 :175231061 KELAS            :PERBANKAN SYARIAH 2B Antara Tugas dan Makan Lagi-la...